Translate

Rabu, 11 Desember 2013

** Terorisme Bukan Ajaran Islam

Terorisme Bukan Ajaran Islam

Oleh: Kiki Muhamad Hakiki
Dosen IAIN Raden Intan Lampung

Akhir-akhir ini bumi Indonesia kembali dihebohkan dengan munculnya perdebatan seputar  wacana terorisme. Tema ini kembali menyeruak setelah pihak kepolisian Indonesia baru-baru ini kembali menangkap beberapa aktor dalang peledakan bom yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Yang menarik dari penangkapan beberapa aktor tersebut adalah upaya terus terang yang dilakukan para pelaku perihal niat dan modusnya. Salah seorang pelaku terorisme Abu Dujana mengatakan dalam wawancaranya bahwa ia dan kawan-kawannya melakukan aksi peledakan bom itu hanya semata-mata untuk jihad sebagaimana diajarkan dalam oleh ajaran Islam.
Berbagai peledakan bom yang ia lakukan hanya dengan alasan karena negara Indonesia tidak memberlakukan bentuk negara Islam (daulah islamiyah) dan menegakan syari'at Islam sebagai undang-undang tertinggi di negeri ini.
Jihad sebagai alasan terorisme
Istilah jihad memang rawan untuk disalah artikan. Istilah ini kerapkali dijadikan oleh para elit agama Islam garis keras untuk "menghipnotis" para pelaku teroris dengan di buai akan mimpi-mimpi indah bahwa siapa yang berjihad maka balasannya adalah surga. Jihad adalah perjuangan dan bukan peperangan sebagaimana kini di mengerti. Definis jihad selalu berevolusi sesuai dengan konteksnya, dan peperangan atau dalam Istilah Arab Qital adalah salah satu ragam pengertian dari jihad itu sendiri.
Definisi jihad yang kerapkali di pakai oleh para pelaku terorisme saat ini memang bukan tanpa asal. Definisi bahwa jihad adalah peperangan memang disuarakan oleh para ulama baik itu ulama tafsir, hadits maupun fikih.
Mislanya saja Seorang ulama hadis ternama, Ibnu Hajar Al-Asqalani seorang ulama komentator (al-syârih) terhadap hadis-hadis yang dikumpulkan oleh al-Bukhari, memberikan definisi jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl al-kuffâr (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir). Demikian juga Muhammad bin Ismail al Kahlani, pengarang kitab Subul al-Salâm yang merupakan komentar atas kitab Bulugh al-Maram karya Ibnu Hajar al Asqalani (dua kitab ini sangat terkenal di dunia pesantren di Indonesia), memaknai jihad dengan badzl al-juhd fi qitâl al-kuffâr aw al-bughât (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang kafir dan pemberontak). Atau juga seorang ulama terkenal yakni Syaikh Taqiyudin al-Nabhani, yang mengatakan bahwa jihad adalah upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah (di jalan Allah) dengan perang dan pembunuhan.
Dengan definisi-definis yang diungkapkan oleh para ulama-ulama di atas, maka tak salah jika kesan yang muncul kemudian adalah bahwa benar ternyata agama Islam mengajarkan doktrin keras yang membuat subur paham-pamah terorisme.bukankah kesan ini justru memburukan citra Islam itu sendiri sebagai agama rahmatan li al-alamin.
Lantas Apa yang mesti di lakukan oleh umat Islam saat ini. Tak ada cara lain yang harus dilakukan oleh umat Islam saat ini selain merubah persepsi tentang jihad itu sendiri. Jihad dengan definisi peperangan saat ini harus jauh-jauh disingkirkan dalam benak pikiran kita. Jihad sebagaimana yang didefinisikan oleh para teroris itu tidaklah benar.
Jihad bukan Qital
Mendefinisikan jihad dengan qital (peperannga) menurut saya sangatlah keliru. Jika kita merujuk pada ayat-ayat Alqur'an, jelas bahwa ada dua istilah yang berbeda; istilah "jihad" di satu sisi dan istiah "qital" di sisi yang lain. Perbedaan dua istilah itu memang kerapkali disama artikan. Jika dilihat dari definisinya, Jihâd berarti perjuangan dalam arti yang umum, sementara qitâl berarti peperangan.
Jadi, bila Al-Quran menggunakan ayat al-jihâd (ayat-ayat jihad), artinya adalah perjuangan dalam makna yang umum; sementara bila menggunakan ayat al-qital wa al-sayf (ayat-ayat perang dan pedang), artinya sudah pasti khusus terkait dengan peperangan. Penggunaan dua istilah yang berbeda tersebut digunakan oleh Al Quran pada dua sebab.
Pertama, jika melihat dari asbab an-nuzul ayat, ayat-ayat jihad telah turun sejak periode Islam Mekkah ketika tidak pernah terjadi satu pun peperangan. Jihad dalam periode Islam Mekkah adalah jihad non-perang. Jadi sangat keliru jika kemudian jihad pada periode itu dimaknai sebagai peperangan. Seperti dalam ayat Alqur'an; " Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur'an dengan jihad yang besar"(QS:al-Furqan:52),"Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS:al Nahl:110), " Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan"(QS:Luqman:15), " Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik" (QS: al Ankabut: 69)
Berbeda dengan ayat jiha di atas, ayat-ayat qital dilihat dari asbab an-nuzul-nya hanya turun pada periode Madinah—yang berbeda dengan periode Makkah—yakni penuh dengan tragedi peperangan.
Kedua, pernyataan ayat-ayat Alqur'an yang berkaitan dengan perintah berperang adalah ayat-ayat yang menggunakan ayat-ayat qitâl, bukan dengan ayat jihad. Seperti dalam surat al-Hajj Ayat 39 " Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu."atau dalam surat al-Baqarah Ayat 190 yang artinya:" Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".
Nah, dengan pembagian dua istilah dan definisi tersebut di atas maka semakin jelaslah bahwa legalisasi yang didengungkan oleh para pelaku teroris saat ini dengan doktrin jihad adalah sangat keliru. Prilaku terorisme dengan mengatasnamakan jihad yang diajarkan oleh Islam betu-betul tidak mempunyai dasar yang tepat.Islam tidak mengajarkan prilaku terorisme. Terorisme bukan ajaran Islam. Islam mengajarkan prilaku toleran, persaudaraan,peningkatan ukhuwah, bukan hanya pada sesama umat Islam saja akan tetapi juga kepada seluruh umat manusia yang hidup di kolong langit ini.
Sebagai kata akhir menarik merenungkan pernyataan yang diungkapkan oleh Karena cendikiawan Mesir Gamal al-Banna—yang merupakan adik bungsu pendiri Ikhwanul Muslimin: Hasan al-Banna—dalam bukunya "al-Jihâd", di mengatakan: "Jihad dan qital harus dibedakan secara jelas dan tegas. Jihad tidak identik dengan qital, meskipun qital pada zaman Nabi merupakan salah satu bentuk dari jihad. Baginya jihad adalah mabda’ (prinsip) yang abadi dalam arti dan bentuk yang umum dan seluas-luasnya, sedangkan perang hanyalah wasilah, yang tidak prinsipiil dan sangat situasional. Wallahu a'lam.

Terbit di Surat Kabar Lampung Post