Oleh: Kiki Muhamad Hakiki
Dosen IAIN Raden Intan Lampung
Akhir-akhir
ini bumi Indonesia kembali dihebohkan dengan munculnya perdebatan seputar wacana terorisme. Tema ini kembali menyeruak
setelah pihak kepolisian Indonesia baru-baru ini kembali menangkap beberapa
aktor dalang peledakan bom yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Yang
menarik dari penangkapan beberapa aktor tersebut adalah upaya terus terang yang
dilakukan para pelaku perihal niat dan modusnya. Salah seorang pelaku terorisme
Abu Dujana mengatakan dalam wawancaranya bahwa ia dan kawan-kawannya melakukan
aksi peledakan bom itu hanya semata-mata untuk jihad sebagaimana diajarkan
dalam oleh ajaran Islam.
Berbagai
peledakan bom yang ia lakukan hanya dengan alasan karena negara Indonesia tidak
memberlakukan bentuk negara Islam (daulah islamiyah) dan menegakan syari'at
Islam sebagai undang-undang tertinggi di negeri ini.
Jihad sebagai alasan
terorisme
Istilah
jihad memang rawan untuk disalah artikan. Istilah ini kerapkali dijadikan oleh para
elit agama Islam garis keras untuk "menghipnotis" para pelaku teroris
dengan di buai akan mimpi-mimpi indah bahwa siapa yang berjihad maka balasannya
adalah surga. Jihad adalah
perjuangan dan bukan peperangan sebagaimana kini di mengerti. Definis jihad selalu
berevolusi sesuai dengan konteksnya, dan peperangan atau dalam Istilah Arab
Qital adalah salah satu ragam pengertian dari jihad itu sendiri.
Definisi jihad yang kerapkali di pakai oleh para
pelaku terorisme saat ini memang bukan tanpa asal. Definisi bahwa jihad adalah
peperangan memang disuarakan oleh para ulama baik itu ulama tafsir, hadits
maupun fikih.
Mislanya saja Seorang ulama hadis ternama, Ibnu Hajar Al-Asqalani seorang
ulama komentator (al-syârih) terhadap hadis-hadis yang dikumpulkan oleh
al-Bukhari, memberikan definisi jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl
al-kuffâr (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir).
Demikian juga Muhammad bin Ismail al Kahlani, pengarang kitab Subul al-Salâm
yang merupakan komentar atas kitab Bulugh al-Maram karya Ibnu Hajar al
Asqalani (dua kitab ini sangat terkenal di dunia pesantren di Indonesia),
memaknai jihad dengan badzl al-juhd fi qitâl al-kuffâr aw al-bughât
(mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang kafir dan pemberontak). Atau juga
seorang ulama terkenal yakni Syaikh Taqiyudin al-Nabhani, yang mengatakan bahwa
jihad adalah upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah (di
jalan Allah) dengan perang dan pembunuhan.
Dengan definisi-definis yang diungkapkan oleh para
ulama-ulama di atas, maka tak salah jika kesan yang muncul kemudian adalah
bahwa benar ternyata agama Islam mengajarkan doktrin keras yang membuat subur
paham-pamah terorisme.bukankah kesan ini justru memburukan citra Islam itu
sendiri sebagai agama rahmatan li al-alamin.
Lantas Apa yang mesti di lakukan oleh umat Islam
saat ini. Tak ada cara lain yang harus dilakukan oleh umat Islam saat ini
selain merubah persepsi tentang jihad itu sendiri. Jihad dengan definisi
peperangan saat ini harus jauh-jauh disingkirkan dalam benak pikiran kita. Jihad
sebagaimana yang didefinisikan oleh para teroris itu tidaklah benar.
Jihad bukan Qital
Mendefinisikan jihad dengan qital (peperannga) menurut saya sangatlah
keliru. Jika kita merujuk pada ayat-ayat Alqur'an, jelas bahwa ada dua istilah
yang berbeda; istilah "jihad" di satu sisi dan istiah "qital"
di sisi yang lain. Perbedaan dua istilah itu memang kerapkali disama artikan.
Jika dilihat dari definisinya, Jihâd berarti perjuangan dalam arti yang umum,
sementara qitâl berarti peperangan.
Jadi, bila Al-Quran menggunakan ayat al-jihâd (ayat-ayat jihad),
artinya adalah perjuangan dalam makna yang umum; sementara bila menggunakan
ayat al-qital wa al-sayf (ayat-ayat perang dan pedang), artinya sudah
pasti khusus terkait dengan peperangan. Penggunaan dua istilah yang berbeda tersebut
digunakan oleh Al Quran pada dua sebab.
Pertama, jika melihat
dari asbab an-nuzul ayat, ayat-ayat jihad telah turun sejak periode
Islam Mekkah ketika tidak pernah terjadi satu pun peperangan. Jihad dalam periode Islam Mekkah adalah jihad non-perang. Jadi
sangat keliru jika kemudian jihad pada periode itu dimaknai sebagai peperangan.
Seperti dalam ayat Alqur'an; " Maka janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur'an dengan
jihad yang besar"(QS:al-Furqan:52),"Dan sesungguhnya Tuhanmu
(pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian
mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS:al Nahl:110), " Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan"(QS:Luqman:15), " Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik" (QS: al Ankabut: 69)
Berbeda
dengan ayat jiha di atas, ayat-ayat qital dilihat dari asbab an-nuzul-nya
hanya turun pada periode Madinah—yang berbeda dengan periode Makkah—yakni penuh
dengan tragedi peperangan.
Kedua, pernyataan ayat-ayat Alqur'an yang berkaitan dengan perintah
berperang adalah ayat-ayat yang menggunakan ayat-ayat qitâl, bukan
dengan ayat jihad. Seperti dalam surat
al-Hajj Ayat 39 " Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu."atau
dalam surat al-Baqarah Ayat 190 yang artinya:" Dan perangilah di jalan
Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".
Nah, dengan
pembagian dua istilah dan definisi tersebut di atas maka semakin jelaslah bahwa
legalisasi yang didengungkan oleh para pelaku teroris saat ini dengan doktrin
jihad adalah sangat keliru. Prilaku terorisme dengan mengatasnamakan jihad yang
diajarkan oleh Islam betu-betul tidak mempunyai dasar yang tepat.Islam tidak
mengajarkan prilaku terorisme. Terorisme bukan ajaran Islam. Islam mengajarkan
prilaku toleran, persaudaraan,peningkatan ukhuwah, bukan hanya pada sesama umat
Islam saja akan tetapi juga kepada seluruh umat manusia yang hidup di kolong
langit ini.
Sebagai
kata akhir menarik merenungkan pernyataan yang diungkapkan oleh Karena
cendikiawan Mesir Gamal al-Banna—yang merupakan adik bungsu pendiri Ikhwanul
Muslimin: Hasan al-Banna—dalam bukunya "al-Jihâd", di
mengatakan: "Jihad dan qital harus dibedakan secara jelas
dan tegas. Jihad tidak identik dengan qital, meskipun qital
pada zaman Nabi merupakan salah satu bentuk dari jihad. Baginya jihad
adalah mabda’ (prinsip) yang abadi dalam arti dan bentuk yang umum dan
seluas-luasnya, sedangkan perang hanyalah wasilah, yang tidak prinsipiil dan
sangat situasional. Wallahu a'lam.
Terbit di Surat Kabar Lampung Post