Translate

Minggu, 08 November 2009

** Tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah

Perkembangan
Tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah
Di Pandeglang Banten

By. Muhammad Hakiki, MA

Tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah (TQN) adalah merupakan tarekat asli racikan ulama asal Nusantara, beliau adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Sambas adalah nama sebuah kota di sebelah utara kota Pontianak, Kalimantan. Pada usia sembilan belas tahun beliau pergi ke Makkah untuk menuntut ilmu. Syaikh Ahmad Khatib Sambas menjadi ulama besar di Makkah dan mempunyai banyak murid terutama murid-murid yang berasal dari Kawasan Asia khususnya Asia Tenggara. Di antara murid kesayangan beliau yang kemudian menggantikan posisi gurunya untuk menyebarkan TQN di Nusantara adalah Syaikh ’Abd al-Karim Banten (lahir 1840). Beliau adalah ulama kelahiran Kampung Lempuyang dekat dengan Kampung Tenara tempat kelahiran ulama besar yakni Syaikh Nawawi al-Jawi.
Meskipun Syaikh ’Abd Karim ditugasi sebagai wakil oleh Syaikh Khatib Sambas di Nusantara khususnya Banten, akan tetapi ia tak cukup lama tinggal di tempat kelahirannya dan pindah kembali ke Makkah sampai beliau wafat. Kepindahan belia menurut sebagian peneliti disebabkan beliau dipanggil oleh gurunya, akan tetapi menurut hemat penulis kemungkinan dikarenakan ketatnya pengawasan Belanda atas perkembangan TQN di Banten. Karena itu ia menunjuk khalifah atau wakil beliau di wilayah Banten. Yang kemudian ditunjuk oleh beliau adalah Syaikh Asnawi Caringin. Di tangan Syiakh Asnawi Caringin-lah kemudian TQN berkembang lebih pesat. Estafet perkembangan TQN kemudian dilanjutkan oleh putranya yakni Kiyai Kazim yang kemudian mengembangkan TQN di daerah Menes. Setelah Kiyai Kazim, kemudian diteruskan oleh putranya yakni Kiyai Ahmad.
Kiyai Asnawi Caringin nampaknya tidak hanya menunjuk putranya sebagai khalifah (wakil), akan tetapi ia juga menunjuk khalifah lainnya di Cilegon yakni Kiyai ’Abd al-Latif bin ’Ali dari Pesantren Cibeber yang kemudian dilanjutkan oleh Kiyai Muhaimin. Setelah wafatnya Syaikh Asnawi Caringin, maka untuk wilayah Banten Syaikh TQN kemudian dipegang oleh Kiyai Armin dari Cibuntu, Pandeglang. Dilihat dari garis keturunannya, Kiyai Armin adalah merupakan keponakan dari Syaikh Asnawi Caringin. Pada masa hidupnya, beliau pernah mengunjungi Makkah dan Baghdad untuk menuntut ilmu. Pada masanya, beliau menjadi ulama besar di Pandeglang.
Setelah wafatnya Kiyai Armin Cibuntu, tidak diketahui secara jelas kepada Siapa beliau memberikan mandat untuk melanjutkan mata rantai TQN. Yang diketahui secara jelas mata rantai perkembangan TQN hanya melalui jalur Kiyai ’Abd al-Latif bin ’Ali dari Pesantren Cibeber yang kemudian dilanjutkan oleh Kiyai Mushlih dari Meranggen (Jawa Tengah). Dari garis Kiyai Mushlih-lah, kemudian TQN berkembang di daerah Jawa Tengah, Jombang, Jawa Timur, Cirebon.
Pada tahun 2007, penulis sempat mengunjungi komplek pesantren Kiyai Armin yang kini tinggal puing-puing bangunan. Jika dilihat dari bangunan fisiknya, penulis menduga bahwa pada masanya (masa hidup Kiyai Armin) Pesantren tersebut cukup ramai dan banyak dikunjungi oleh para pe-ziarah. Hal tersebut terlihat dari bangunan Masjid yang cukup megah. Sayang semuanya kini tinggal kenangan. []

* Penulis adalah Alumni Magister Filsafat and Mistisisme, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Dimuat di Buletin Vol 1 edisi Juli 2008

Tidak ada komentar: