Translate

Sabtu, 27 November 2010

** Seri Buku 3 : Jawan dan Terorisme

Jawa dan Terorisme

Orang Jawa Jadi Teroris

Judul:

Orang Jawa Jadi Teroris

Penulis :

Prof Dr Bambang Pranowo

Penerbit:

PT Anggaraksa Jaya Jakarta, 2010

Tebal :

221 halaman

Jika kita mengamati perkembangan berita media—baik itu cetak maupun elektronik. Maka informasi yang kerapkali diberitakan akhir-akhir ini adalah isu seputar prilaku kejahatan atau disebut dengan terorisme.

Semenjak isu terorisme muncul pertama kali di Indonesia, yang menarik untuk di amati adalah identitas mereka yang kebanyakan berasal dari Jawa meskipun tinggal dan menetap di daerah lain pulau Indonesia.

Buktinya, sejak tragedi bom Bali I, bom II, bom Kuningan, sampai bom Mariot, bahkan para kontestan teroris terbaru pun 85 persen berasal dari Jawa. Di antara mereka seperti; Abu Dujana, Abu Irsyad, Amrozi, dan Imam Samudera Cs. Bahkan termasuk Nasir Abas sendiri yang merupakan pentolan Jamaah Islamiyah, mantan teroris asal Singapura yang sudah tobat itu pun, kalau dirunut nenek moyangnya juga berasal dari Jawa.

Lalu pertanyaannya, mengapa para pelaku teroris itu mayoritas berasal atau berdarah Jawa?. Ada apa dengan pandangan hidup orang Jawa?

Ini-lah yang menjadi kegundahan Bambang Pranowo lewat buku terbarunya “Orang Jawa Jadi Teroris” yang mengundang kontroversi ini karena dianggap mendiskriditkan orang Jawa meskipun penulisnya sendiri orang Jawa.

Nama Bambang mulai dikenal luas setelah ia menerbitkan untuk pertama kalinya sebuah buku yang menjadi referensi penting untuk studi agama di Jawa berjudul “Memahami Islam Jawa" terbitan 2009.

Kemahiran Bambang dalam membaca fenomena masyarakat tak di ragukan lagi. Berbagai buku hasil racikannya selalu menjadi perhatian dan rujukan para akademisi.

Kehadiran buku ini awalnya adalah jawaban atas pertanyaan yang diajukan rekannya yakni Prof. Dr Azyumardi Azra dalam seminar internasional di Jakarta. Azra menanyakan mengapa para pelaku teror (teroris) di Indonesia kebanyakan berasal dari Jawa, bukan daerah-daerah yang penduduknya bertemperamen keras seperti Sumatra atau Sulawesi.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan orang-orang Jawa ini. Ini-lah yang membuat Bambang Pranowo tergugah dan penasaran untuk mengungkap rahasianya.

Dari hasil pengamatannya, ditemukan bahwa penyebab orang Jawa melakukan itu semua disebabkan karena orang Jawa mempunyai sifat atau prinsip hidup "tiga nga", yaitu ngalah, ngalih dan ngamuk.

Menurut Bambang "Orang Jawa umumnya lembut, akomodatif dan mudah bersahabat dengan siapa pun, meskipun begitu, orang non Jawa perlu hati-hati menyikapi dan memandang orang Jawa. Jangan sekali-kali meremehkan atau mengecewakan. Kenapa? Karena orang Jawa punya filosofi tiga nga, ngalah, ngalih dan ngamuk" (hal.18).

Filosofi hidup orang Jawa ini ditemukan Bambang setelah ia mengamati fenomena prilaku orang Jawa dan hubungannya dengan dunia perwayangan. Menurutnya, orang Jawa suka ngalah untuk menang. Dalam dunia perwayangan, prilaku ini sama dengan apa yang dipraktekkan oleh Puntodewo, tokoh utama Pandawa Lima, panutan orang Jawa.

Menurutnya, kalau ngalah ternyata tak berhasil, maka ia akan ngalih atau mencari strategi lain agar tujuannya tercapai. Ini strategi Arjuno, tokoh wayang yang amat dikagumi orang Jawa.

Dan jika ngalih pun ternayata tetap tidak berhasil, maka ia akan ngamuk. Ini strategi Werkudoro, tokoh Pandawa Luna yang terkenal lurus dan berani menantang maut.

Menurut Bambang, ini juga-lah yang dijadikan sandaran para pelaku teror untuk ”ngamuk” di Indonesia. Menurut mereka, siapa pun yang bersekutu dengan musuh—dalam hal ini Amerikan Serikat, Israel atau siapa pun yang berkawan dengannya—adalah sama saja (musuh). Karena itu, penghancuran berbagai sarana milik mereka adalah sebuah keharusan yang bernilai pahala.

Dari prilaku yang terakhir (ngamuk) ini-lah yang memungkinkan orang Jawa bisa menjadi teroris. Meskipun begitu, prilaku ngamuk sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja—tidak hanya orang Jawa. Karena terorisme bisa muncul di mana saja, kapan saja, bukan hanya pada orang Jawa, orang Islam, tapi juga pada orang non-Jawa dan non-Islam sekali pun.

Meskipun faktanya begitu, Bambang yang saat ini menjabat Ketua Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan Kementerian Pertahanan RI, serta pengajar berbagai perguruan tinggi, menyayangkan pandangan ideologi para teroris yang dinilainya amat dangkal, radikal, sempit, bahkan membuat malu nama Indonesia dan agama Islam di mata dunia internasional

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Indonesia bukanlah tempat pertempuran melawan Amerika Serikat dan sekutunya, Indonesia juga bukan ”daarul harb” atau negeri yang sedang berperang melawan AS. Karena itu menurut Bambang, tak sepatutnya mereka ngamuk di negeri ini. Perbuatan mereka sudah menewaskan ratusan orang tidak bersalah yang mayoritas beragama.

Buku setebal 221 halaman ini di tulis dalam lima bab dengan berbagai tema kajian yang menarik. Prof. Juwono Sudarsono dalam pengantarnya mengatakan, "dalam buku ini Prof Bambang berhasil menyorot keterkaitan antara terorisme, agama dan budaya, khususnya di Indonesia."

Komentar senada pun diungkapkan pengamat politik dari LIPI yakni Fachry Ali. Ia menilai buku ini sebagai usaha "membersihkan" wajah Islam dari "noda" terorisme. Lebih lanjut buku ini bisa dijadikan sebagai bukti bahwa Islam adalah agama damai.

Sebagai kata akhir, kehadiran buku ini menurut hemat saya menarik dan penting untuk diapresiasi mengingat orang Jawa adalah etnis mayoritas di negeri ini yang tersebar diberbagai pulau. Selamat membaca.[ ]

Peresensi:

K. Muhammad Hakiki

Dosen Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin IAIN Lampung

Tidak ada komentar: