Translate

Sabtu, 05 Februari 2011

** Makna Simbolik Imlek

Makna Simbolik Imlek

Oleh: K Muhamad Hakiki[1]

Perayaan hari raya tahun baru imlek bagi etnis Cina bukan hanya sekedar ritual rutinitas tahunan biasa dan budaya saja, akan tetapi juga imlek merupakan warisan budaya yang sekaligus menyatu dengan kepercayaan agama. Karena itu, imlek bagi etnis Cina sangat bernilai sacral.

Jika ditelusuri akar sejarahnya, maka perayaan imlek atau dalam bahasa cina disebut dengan Sin Tjia, sebenarnya bermula dari sejenis perayaan yang kerapkali dilakukan oleh para petani di Cina pada setiap tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru. Tradisi ini juga berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi, dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama.

Nilai kesakralan dari perayaan imlek ini biasanya di isi dengan beberapa ritual keagamaan, di antaranya sembahyang kepada Sang Pencipta Alam, sembahyang leluhur, perayaan Cap Go Meh, dan banyak lagi ritual-ritual lainnya.

Ritual sembahyang leluhur dalam imlek misalnya, memiliki makna luas, tidak hanya sekadar memberi makan arwah leluhur. Dalam persepsi orang Cina, sembahyang leluhur adalah wujud bakti seorang anak kepada orangtuanya. Bakti kepada orang tua tidak hanya merawat dan menjaga hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan kita bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga orangtua,

Ritual lainnya seperti menyalakan lilin atau lampion menurut Yu Ie, seseorang yang banyak mempelajari sejarah Tionghoa mengatakan bahwa ketika menyalakan lilin atau lampion, warga Tionghoa berharap agar dalam satu tahun ke depan hidup mereka menjadi terang seperti lilin.

Sedangkan pembuatan kue lapis dalam imlek juga merupakan simbol keinginan agar di tahun mendatang rezeki melimpah dan berlapis-lapis. Bunga sedap malam dihadirkan sebagai tekad untuk terus berlaku baik dan harum, seharum bunga sedap malam.

Tradisi simbolik lainnya yang selalu ditunggu-tunggu adalah pemberian ang pau. Makna ang pau menurut Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Budi Santosa Tanuwibawa, mengatakan bahwa ang pau yang diberikan pada saat imlek memiliki makna filosofi sebagai transfer kesejahteraan atau energi. "Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orang tua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orang tua,"

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tradisi pemberian ang pau, dalam kepercayaan Tionghoa sudah berlangsung sejak lama. Dalam tradisi Konghucu, pemberian angpau dilakukan tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek. "Harinya disebut Hari Persaudaraan. Ini merupakan bentuk kewajiban orang yang merayakan Tahun Baru Imlek membantu sesama yang tak mampu merayakannya."

Semua tradisi simbolik dalam perayaan imlek tersebut adalah sebagai bentuk perwujudan rasa syukur atas segala kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada Manusia, dan juga doa harapan agar di tahun depan, mendapat rezeki yang jauh lebih banyak.

Karena itu, berbagai ritual simbolik keagamaan dalam perayaan imlek dapat dijadikan sebagai jalan keluar terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia, karena manusia itu sendiri mengalami situasi tekanan emosi dan jalan buntu, sebagaimana peran agama yang dijelaskan oleh Cliford Geertz.

Makna substansial lainnya dari imlek menurut hemat saya tidak hanya itu, imlek sebagaimana hari raya idul fitri dalam Islam, juga dimaknai sebagai hari raya yang memberikan pesan untuk saling bersilaturahmi dengan para kerabat dan juga dengan tetangga yang berbeda identitas—baik suku, ras, etnis, bahkan kepercayaan agama.

Simbol dari pesan silaturrahmi itu terlihat dari banyaknya menu makanan yang dibuat pada perayaan imlek. Ada sekitar dua belas menu makanan wajib yang harus dibuat. Berbagai menu makanan tersebut dijadikan sebagai jamuan, bahkan sebagian diberikan kepada para kerabat dan tetangga yang membutuhkan.

Dengan momen imlek yang ke-2562 kali ini, diharapkan pesan moral yang termaktub dalam imlek tersebut betul-betul bisa diaplikasikan tidak hanya dalam makna simbolik ritualitas dan rutinitas saja, akan tetapi juga dalam prilaku nyata manusia sehari-hari.

Pesan moral imlek yang tersimbolkan dalam ritualitas tersebut sejatinya bisa dijadikan sebagai media memupuk persaudaraan, toleransi, dan humanisme beragama di antara kita yang pernah terkoyak hanya demi kepentingan semu dan egosentrisme etnis dan agama. Kepada kalangan etnis Cina yang sedang merayakan imlek, saya mengucapkan selamat merayakannya.[]

.

Artikel ini pernah dimuat pada kolom opini surat kabar Lampung Post, edisi Jum'at, 4 Februari 2011 Description: D:\Opini\IMLEK LAMPOST_files\bening.gif



[1] Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung

Tidak ada komentar: