Translate

Sabtu, 10 November 2012

Ka'bah Sebagai Pusat Spiritual


Lampung Post, Jum'at 12 Oktober 2012

Ka’bah Sebagai Pusat Spiritual

Oleh : K. Muhammad Hakiki
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung

Labbaik, Allahumma labbaik”.


            Itulah sepenggal kalimat yang sering dibaca saat menjalankan ibadah haji. Sebuah kalimat yang diucapkan sebagai tanda rasa syukur karena dirinya telah menjadi kontestan pilihan Allah dalam rangka memperoleh “titel” mabrur yang balasannya surga, “…tidak ada balasan bagi haji mabrur, kecuali surga.” (HR: Bukhari).
            Haji yang secara harfiah berarti ber-ziarah. Yaitu menziarahi tempat-tempat suci yang tidak terbatas hanya pada kota Makkah dan Madinah melainkan juga meliputi ‘Arafah, Mina, Muzdalifah, dan tempat-tempas suci lainnya.
            Lantas apa yang menarik dari tempat suci-suci itu? Di sini-lah menariknya mengulas historisitas tempat-tempat suci itu. Al-Qur’an dalam hal ini menjelaskan bahwa tempat-tempat suci itu adalah monument-monument Allah, sebagai cerminan dari ketaqwaan hati. Adanya monument itu karena adanya peristiwa  yang menyangkut ketaqwaan manusia.
            Ketika kita berhaji, maka akan banyak kita temui tempat bersejarah yang sakral. Di antara tempat suci itu adalah sebuah bangunan suci yang ada di kota Madinah, masjid  Qiblatain (masjid dengan dua kiblat) namanya.
            Menurut sejarahnya, masjid ini pada awalnya adalah sebuah rumah. Di rumah inilah Nabi Muhammad saw pernah melakukan shalat zhuhur. Ketika Nabi shalat zhuhur, ia menghadap ke dua arah; dua raka’at pertama ia menghadap ke Yerusalem dan pada dua raka’at ke dua ia menghadap ke Ka’bah di Makkah.
            Merasa tekhnik shalat yang dilakukan oleh Nabi terasa merepotkan, Nabi pun melakukan “protes”. Ia pun berdo’a agar arah kiblat diagantinya hanya menghadap ke Ka’bah. Allah pun mengabulkannya.
            Kondisi yang unik itu berubah ketika Nabi ber-hijrah ke Madinah, pasalnya letak kota Makkah berada di sebelah selatan, sedangkan Yerusalem berada di utara. Dengan kondisi wilayah yang berlawanan arah tersebut, maka Nabi pun harus membelakangi Ka’bah ketika shalat menghadap ke Yerusalem.
            Yang menarik dari fenomena tersebut, dan hal ini yang akan dilacak akar sejarahnya adalah, mengapa Allah mengabulkan pinta Nabi untuk menghadap Ka’bah saja? Dan menghapus arah ke Yerusalem?.

Ka’bah Sebagai Pilihan
            Jika melihat dari sejarah kedua tempat suci itu, pada masa Nabi keduanya   bukanlah tempat yang suci; Ka’bah pada waktu itu dipenuhi patug-patung sebagai alat sesembahan, Yurusalem adalah tempat pembuangan sampah.
            Menurut Cak Nur, dijadikannya Yerusalem sebagai tempat pembuangan sampah atau pelbak adalah bentuk penghinaan orang-orang Kristen terhadap bangsa Yahudi atas perintah dari Helena, ibunda dari Konstantian yang baru memeluk agama Kristen.
            Dua tempat itu kemudian kini menjadi tempat yang disucikan. Lantas pertanyaannya mengapa Nabi atas perintah Allah harus melakukan shalat dengan dua arah?, dan mengapa pada masa kemudian Nabi lebih memilih arah Ka’bah sebagai pusat bersujud hamba Allah? Disinilah menariknya menelusuri jejak historis kedua tempat suci itu.
            Jika mengacu pada pernyataan al-Qur’an : Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.(QS: Ali-Imran: 69). Ayat ini bisa dijadikan bukti teologis bahwa Ka’bah-lah sebagai tempat suci Allah yang pertama.
            Menurut lagenda, manusia yang membangun Ka’bah adalah Adam as ketika ia harus “terusir” dari surga. Pada saat itu, Adam merasa sedih karena tak bisa lagi melakukan ibadah seperti yang dilakukan para Malaikat yang beribadah mengelilingi Singgasana Allah.
            Kesedihan yang menimpa Nabi Adam pun kemudian mendapatkan hiburan dengan diperbolehkannya ia membangun  Ka’bah sebagai bentuk tiruan dari ‘Arsy-nya Allah. Setelah bangunan itu selesai, Adam pun diperintahkan untuk mengelilinginya. Dari sini disimpulkan bahwa ritual thawaf yang dilakukan para pelaku ibadah haji sebenarnya meniru cara ibadah yang dilakukan para Malaikat mengelilingi ‘Arsy.
            Berbeda dengan sejarah Ka’bah di atas, sejarah tempat suci Yerusalem lebih rumit. Hal itu bermula dari Nabi Ishaq yang merupakan anak dari istri pertama Nabi Ibrahim yakni Sarah. Sedangkan Nabi Ismail adalah anak dari istri kedua Nabi Ibrahim yakni Hajar. Melalaui keturunan Nabi Ishaq banyak sekali diturunkan Nabi-Nabi dan melalui jalur Ismail hanya ada satu Nabi yakni Nabi Muhammad saw.
            Dalam al-Qur’an terdapat istilah al-Asbath yang artinya suku-suku Isra’il melalui jalur Nabi Ishaq. Di antara Nabi keturunan Nabi Ishaq adala Nabi Musa. Nabi Musa-lah yang kemudian menerima wahyu dari Allah yang dikenal dengan “Sepuluh Perintah Tuhan”. Menurut sejarah, Nabi Musa-lah yang kemudian diberikan tugas oleh Allah untuk membebaskan bani Israil dari perbudakan Raja Fir’aun di Mesir yakni Ramses III. Karakter bani Israil yang keras membuat Allah harus mentrainingnya di bukit Sinai selama 40 hari.
            Karakter keras Bani Israil membuat Musa harus menuliskan naskah perintah yang sepuluh itu di atas batu dan dimasukan ke dalam kotak. Kotak yang berisi sepuluh perintah itu kemudian dinamai Tabut al-‘Ahd (kotak perjanjian) yang dalam al-Qur’an disebut dengan mitsaq (QS: al-Maidah : 12).
            Kotak tersebut yang kemudian dijadikan sebagai kiblat oleh bani Israi’l (orang-orang Yahudi) yang diletakkan di tengah Khaymat al-Ijtima’ (Tabernakel). Orang-orang Yahudi sampai saat ini melakukan sembahyang kearah Tabernakel itu.
            Sepuluh Perintah Tuhan” itu pun dipindahkan oleh Nabi Daud ke  bukit Moria yang kemudian dikenal dengan the Holy of Holies sebuah tempat paling suci agama Yahudi yang juga pernah menjadi kiblatnya Nabi Muhammad sebelum dipindahkan arahnya ke Ka’bah di Makkah.
            Setelah Daud wafat, kemudian diteruskan oleh Nabi Sulayman as. Nabi Sulayman dalam sejarah dikenal sebagai raja yang agung dan kaya. Untuk mengenang kemashurannya, ia pun mendirikan bangunan megah yang diberinama Masjid Aqsha yang dibangun 900 tahun SM. Di Masjid itulah the Holy of Holies diletakkan.
            Jika di hitung dari sejak dibangunnya kembali Ka’bah oleh Nabi Ibrahim as, 4000 tahun yang lalu, berarti umur Ka’bah 1000 tahun lebih tua dari the Holy of Holies. Hal ini logis jika Allah mengabulkan permintaan Nabi Muhammad untuk memindahkan arah kiblatnya ke Ka’bah karena memang umur Ka’bah jauh lebih tua dari the Holy of Holies sendiri. Meskiun begitu, sesuai data histories di atas, antara Islam dan Yahudi adalah satu  bapak lain ibu. Karena itu, marilah kita saling mengasihi. Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar: