Translate

Kamis, 06 Januari 2011

** Robi'ah Al-Adawiyah Sang Pecinta Sejati

Rabi'ah al-Adawiyyah

Sang Pencinta Sejati

By. K. Muhamad Hakiki, MA

Jika kita mendengar atau membaca nama Rabi'ah al-Adawiyyah maka kita akan tertuju dan mengatakan dialah seorang sufi perempuan par excellence yang masyhur, dus pecinta sejati pada abad ke-dua Hijriyah.

Rabi'ah al-Adawiyyah adalah seorang sufi asal Bashra, Irak. Menurut Ibn Khallikan, nama lengkapnya adalah Rabi'ah al-Adawiyyah adalah Ummul Khair Rabi'ah binti Isma'il al-Adawiyyah al-Qasiyyah. Rabi'ah al-Adawiyyah juga lebih populer dikenal dengan nama Rabi'ah Bashri. beliau di lahirkan dari keluarga miskin. menurut cerita, ketika orang tuanya meninggal, ia dijual dan dijadikan sebagai budak, tetapi pada akhirnya ia dibebaskan oleh majikannya karena takwa dan kezuhudan dan kecintaannya. begitu cintanya ia kepada sang pencipta, sehingga ia dikenal oleh sufi-sufi sesuadahnya sebagai serang pengarung cinta sejati.

Fariduddin mengenang Rabi'ah dengan mengatakan:

"Dia adalah seseorang yang menjauhkan diri di dalam pengasingan kesucian; seorang perempuan yang tertutup dengan tutup ketulusan agama ; seorang yang terbakar dengan cinta dan kerinduan; seorang yang terpikat oleh keinginan untuk mendekati Tuhan-Nya , dan larut dalam keagungan-Nya; seorang perempuan yang menghilangkan dirinya di dalam kesatuan dengan Tuhan; seorang yang diterima oleh kaum laki-laki sebagai Maria kedua yang suci, Rabi'ah al-Adawiyah, semoga Tuhan memberikan rahmat padanya".

Yang menarik dari sosok Rabi'ah al-Adawiyah jika kita bandingkan dengan tokoh-tokoh sufi lainnya adalah tidak ada sufi besar yang mencapai tingkat kesempurnaan spiritual tanpa bantuan guru, terkecuali Rabi'ah, ia adalah seorang sufi tanpa guru (syaikh),hal tersebut terlihat dari tidak adanya satu keterangan pun yang mengatakan bahwa ia pernah berguru atau belajar kepada seorang guru. Rabi'ah mencapai status spiritual yang demikian agung lewat sembahyang dan puasa secara terus menerus.

Hal tersebut dapat terlihat dari salah satu ajaran terpenting Rabi'ah adalah tentang cinta sebagaimana ucapannya: "dengan dua cara aku mencintai-Mu: dengan mementingkan diri sendiri. dan dengan sebuah cinta yang layak adalah dari-Mu. dan dalam cinta yang mementingkan diri sendiri aku menemukan kebahagiaan di dalam diri-Mu. sementara kepada semua yang lain, dan lainnya, aku buta. tetapi, dalam cinta itu yang mencari Kamu dengan manfaat. Muncullah penutup yang membuat aku mungkin seperti dalam Kamu. Tetapi pujian itu atau ini bukanlah milikku. Pujian ini dan itu seluruhnya milik-Mu".

Wujud dari kecintaannya adalah do'a yang selalu dipanjatkan Rabi'ah: "wahai Tuhanku, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di neraka. dan jika aki menyembah-Mu karena ingin masuk surga maka keluarkanlah aku dari surga, tetapi jika aku menyembah-Mu demi karena Kamu maka janganlah sembunyikan Keindahan Abadi-Mu dari ku".

Sosok Rabi'ah yang demikian agung juga menumbuhkan lagenda-lagenda cerita tentang keanehan sekaligus tanda kemulyaan pada diri Rabi'ah:

Fariduddin al-Attar menceritakan: pada suatu hari Rabi'ah ditanya: "Apakah kamu mencintai Tuhan yang Agung ?" Rabi'ah pun menjawab: "Ya", kemudia ia ditanya lagi: "Apakah kamu menganggap Setan sebagai musuh ?" Rabi'ah menjawab: "Tidak", mereka kemudian mendesak Rabi'ah dan bertanya:"Bagaimana bisa seperti itu ?", Rabi'ah pun kemudian menjelaskan dengan berkata: "Cinta ku kepada Tuhan tidak menyisakan sedikit ruan pun untuk membenci Setan".

Dalam riwayat yang lain, suatu hari ketika Rabi'ah di tanya oleh Sufyan ats-Tsauri, apa dasar keyakinannya ?. Rabi'ah pun menjawab: "Aku mengabdi pada Tuhan bukan karena aku takut akan neraka, jika aku melakukan hal tersebut karena takut maka aku harus menjadi seperti orang sewaan yang malang; tidak juga karena aku cinta surga, jika aku mengabdi demi apa yang telah diberikan maka aku akan menjadi abdi yang buruk, tetapi aku mengabdi kepada-Nya hanya untuk mendapatkan cinta-Nya dan keinginan-Nya.

Suatu hari ketika Rabi'ah berada di dekat tepi sungai. Hasan membuat tikar untuk sembahyangnya di atas permukaan air. Hasan pun berkata kepada Rabi'ah: "Wahai Rabi'ah, kemari dan kemarilah kita sembahyang dua rakaat bersama-sama". dengan jelas ia mengharapkan kekuatan Rabi'ah untuk menjaga karpet agar tidak tenggelam. lantas Rabi'ah pun berkata: "Hai Hasan, apakah perlu menawarkan dirimu sendiri dalam hiruk-pikuk dunia ini kepada orang-orang generasi yang akan datang ?.(Maksudnya, apakah diperlukan mencari untuk memenangkan reputasi dunia dengan sebuah hadiah spiritual?). Ini diperlukan oleh orang-orang semacam kamu karena kelemahanmu, sahut Rabi'ah. seketika itu pula Rabi'ah melemparkan tikar sembahyangnya di udara dan berjalan di atasnya dan berkata: "Hasan, kemarilah ke sini sehingga orang-orang dapat melihat kita". seketika itu pula Hasan terdiam seribu bahasa. melihat Hasan terdiam, Rabi'ah pun menghiburnya dengan berkata:"Hai Hasan, apa yang kamu lakukan, seekor ikan dapat melakukan hal yang sama, dan apa yang ku lakukan, seekor lalat dapat melakukan hal yang sama. Pekerjaan yang sesungguhnya (bagi orang-orang suci hamba Tuhan) melampaui kedua hal ini , dan untuk itulah perlu untuk menempatkan diri kita sendiri dengan pekerjaan yang sesungguhnya.

Fariduddin al-Attar menceritakan pada suatu hari Rabi'ah pergi ke sebuah gunung, setibanya di sana, ia didatangi dan dikelilingi oleh segerombolan binatang buas. kedatangan binatang buas tersebut untuk melihat Rabi'ah dari dekat. tak lama kemudian datanglah Hasan al-Bashri, seketika itu Hasan al-Bashri melihat Rabi'ah berada dalam lingkaran binatang buas. Akan tetapi ketika Hasan al-Bashri mendekati Rabi'ah seketika itu pula segerombolan binatang buas yang mengelilingi Rabi'ah kabur meninggalkannya. peristiwa itu membuat Rabi'ah dan Hasan al-Bashri kaget sekaligus heran dan bertanya-tanya dalam hatinya. tak lama kemudian Hasan al-Bashri berucap dan bertanya kepada Rabi'ah: "Mengapa mereka lari dan takut kepada ku, sementara mereka bersahabat denganmu (Rabi'ah) ?". Rabi'ah pun menjawab dengan pertanyaan: "Apa yang telah kamu makan hari ini?". Hasan al-Bashri menjawab:"Beberapa bawang (digoreng) dengan menggunakan minyak daging (hewan)". Rabi'ah menjawab:"Kamu makan daging mereka, bagaimana mereka (hewan buas) tidak lari dari mu?" (Margareth Smith,Rabi'a: The Life and Work of Rabi'a Other Women Mysticm in Islam, H. 56).

Itulan kisah perjalanan spiritual Rabi'ah al-Adawiyah seorang ibu dari para sufi yang pengalaman spiritualnya sampai saat ini selalu dipuja dan selalu diperbincangkan bukan saja oleh para ahli sufi akan tetapi bagi mereka para penikmat kajian tasawuf.**

Tidak ada komentar: