Translate

Jumat, 23 Oktober 2009

** Al-Qur'an Versi Pra-Ustmani

Al-Qur’an Versi Pra- Ustmani

Oleh:
Muhammad Hakiki, MA
Santri S3 Program Religious Study di Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung




Kitab suci al-Qur’an merupakan petunjuk dan pedoman tertulis umat Islam yang sampai ini masih tetap terjaga baik itu dalam bentuk tulisan maupun hapalan. Sampai saat ini kaum muslimin diseluruh dunia mempercayai bahwah al-Qur’an adalah verbum dei (kalamullah) otentik yang diturunkan secara berkala melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad selama lebih dari 20 tahun.

Kondisi penurunan secara berkala membuat Nabi merasa perlu untuk menyiapkan sahabatnya sebagai pencatat wahyu. Muncullah beberapa sahabat yang kemudian dikenal sebagai pengumpul al-Qur’an, diantaranya Ali bin Abi Thalib, Ibn Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Abdullah Ibn Abbas, Abu Musa al-Asy’ari dan masih banyak lagi lainnya.

Aktifitas pengumpulan pada masa Nabi dilakukan secara individu. Kondisi ini membuat al-Qur’an tidak seragam, hal ini disebabkan antara masing-masing sahabat berbeda satu sama lain, baik itu tingkat keaktifannya bersama Nabi, tingkat kefasihannya dalam pengucapan, asal daerah, bahkan yang lebih penting adalah tingkat daya hapalannya.

Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh sahabat di atas, juga berpengaruh terhadap proses penulisan mushafnya. Antara masing-masing sahabat mempunyai perbedaan dalam penulisan al-Qur’an, baik itu dari segi jumlah surat, nama surat, jumlah ayat, cara penyebutan kata, bentuk huruf dan pengucapanya.

Perbedaan tersebut kemudian menjadi pertentangan diantara masyarakat Arab. Hal tersebut terjadi setelah masing-masing sahabat mendapat tugas baik itu dari Nabi atau Khalifah untuk berdakwah, seperti Ibn Mas’ud yang ditugaskan ke Kuffah, atau Ubay bin Ka’b ke Syiria.

Misi dakwah yang di emban oleh mereka dan bekal mushaf yag juga di bawanya untuk di ajarkan kepada masyarakat setempat lambat laun menjadi masalah. Kondisi ini diperparah ketika antara masing-masing masyarakat terjadi perselisihan. Masing-masing mereka menganggap bahwa mushaf yang ditulis oleh pimpinannya adalah yang paling benar. Dalam tulisan singkat ini akan diuraikan sejauhmana perbedaan mushaf-mushaf tersebut dengan mushaf resmi versi Utsmani yang sekarang kita pegang.
Mushaf Ubay Bin Ka’b

Ubay Bin Ka’b berasal dari golongan Anshar klen Banu Najjar, beliau masuk Islam pada masa cukup awal dan turut serta dalam peperangan besar di masa Nabi seperti perang Badar dan Uhud. Beliau mempunyai pengetahuan yang baik dalam dunia tulis menulis, dan hal ini nampaknya yang menjadikan Nabi menunjuknya menjadi seorang sekretaris ketika hijrah ke Madinah dan menjadikannya salah seorang yang ditugasi oleh nabi untuk mencatat ayat-ayat yang turun. Ia masuk dalam empat besar sahabat yang disarankan oleh Nabi untuk mencatat ayat-ayat al-Qur’an sehingga ia mendapat gelar Sayyid al-Qurra (Pemimpin para pelafal al-Qur’an).

Aktifitas pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh Ubay ke dalam mushafnya ini tidak dapat diketahui semenjak kapan ia memulainya, akan tetapi besar kemungkinan aktivitas tersebut ia lakukan semenjak zaman Nabi. Mushaf Ubay ini muncul dan populer di Syiria sebelum adanya mushaf Utsmani.

Menurut riwayat, mushaf versi Ubay ini turut juga dimusnahkan ketika adanya standarisasi al-Qur’an pada masa Utsman. Ibn Abu Daud pengarang kitab al-Mashahif menuturkan bahwa beberapa orang dari Irak mengunjungi putra Ubay, Muhammad, untuk mencari keterangan mushaf versi Ubay. Muhammad pun menjawabnya bahwa mushaf itu telah disita oleh Khalifah Utsman untuk dihanguskan. Meskipun begitu, berbagai riwayat telah sampai kepada kita yang menjelaskan kondisi menarik dari mushaf itu.

Mushaf versi Ubay ini ternyata mempunyai beberapa perbedaan dengan mushaf versi Utsmani baik dari susunan suratnya, jumlah suratnya, dan beberapa bacaan yang berbeda. Dalam kitab al-Fihrits karya Ibn Nadhim di jelaskan bahwa mushaf ini mempunyai 16 surat dengan penambahan surat al-Khal’ dan al-Hafd. Dalam urutan suratnya pun berbeda; dalam mushaf Utamani misanya surat Ali-Imran berada dalam urutan ke 3 sedangkan dalam mushaf Ubay urutan ke 4. Kemudian dalam mushaf Ubay terdapat perbedaan berupa penambahan dan penguragan kata, misalnya alam Surat 2: 184, 196 setelah ungkapan ayyamin ukhara (184) dan ayyamin (196) terdapat penambahan kata mutatabi’atin. Dalam mushaf ini pun terdapat keterbalikan kata yang berbeda denga mushaf Utsmani seperti surat 16:112 dalam kata libasal ju’i wal Khaufi dalam mushaf Ubay libasal Khaufi wal ju’i.

Mushaf Ibn Mas’ud

Ib Mas’ud yang mempunyai nama lengkap ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzli ra adalah salah seorang sahabat Nabi yang mempunyai otoritas besar dalam al-Qur’an. Ia juga merupakan salah seorang dari empat besar sahabat yang direkomendasikan oleh Nabi sebagai tempat bertanya tentang al-Qur’an. Otoritas dan populeritasnya dalam kajian al-Qur’an memuncak ketika ia bertugas di Kuffah, dimana mushafnya memiliki pengaruh besar dan luas. Masyarakat Kuffah pada waktu itu memiliki dua versi mushaf al-Qur’an yang disusun oleh Ibn Mas’ud sendiri dan mushaf Utsmani. Bahkan keberadaan mushaf versi Ibn Mas’ud pada waktu itu telah diperbanyak, seperti; mushaf Alqamah ibn Qais, Mushaf al-Rabi’, mushaf Ibn Khutsaim, mushaf al-Aswad dan masih banyak lagi yang lainnya.

Bagi saya Yang menarik dan patut dipertanyakan tentang Ibn Mas’ud adalah berkaitan dengan tidak masuknya ia dalam deretan tim pengumpul al-Qur’an versi kalangan elite pemerintah Khalifah Umar dan Ustman yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Padahal seperti yang dikatakan oleh Ibn Abu Daud, Ibn Mas’ud lebih dahulu masuk Islam dibandingkan Zaid bin Tsabit. Dan yang lebih penting adalah keberadaan mushaf Ibn Mas’ud sudah populer ketika mushaf versi Utsmani belum muncul.

Keberadaan mushaf Ibn Mas’ud juga mempunyai perbedaan dengan mushaf Utsmani. Dalam mushaf ini tidak terdapatnya 3 surat pendek yakni surat ke 2, 113, 114. Dalam riwayat yang lain hanya dua saja yakni surat 113 dan 114. Dalam mushaf ini juga terjadai perbedaan dalam susunan suratnya, seperti surat al-A’raf yang diletakan pada surat ke 4. mushaf ini juga berbeda dalam segi susunan otografinya, pemberian titik diakritis, adanya penyisipan atau pengurangan kata, seperti kata tathawwa’a khayran disisipi dengan bi menjadi tathawwa’a bikhayran (2:184), adanya penghilangan ayat seperti dalam surat (94:6).

Mushaf Abdullah Ibn Abbas

Dalam peta perkembangan kajian al-Qur’an, nama Abdullah Ibn Abbas mempunyai peranan penting dan menduduki posisi yang sangat terkemuka. Hal tersebut terlihat dari figurasi dirinya sebagai “tarjuman al-Qur’an” (penafsir al-Qur’an terbaik), ia juga dijuluki sebagai “al-habr al-Ummah” (intelektual ummat). Yang menarik dari sosok Ibn Abbas ini adalah ia pernah di do’akan oleh Rasulullah: “Ya Allah, anugrahilah dia pemahaman dalam urusan agama dan ajarilah ia takwil).

Sebelum mushaf edis Utsmani terwujud, Ibn Abbas telah membuat satu kodifikasi atas al-Qur’an yang menurut beberapa ahli mempunyai kualitas yang sama dengan mushaf Ibn Mas’ud, akan tetapi ketenaran akan alimnya dan garansi yang diberikan oleh Rasul ternyata tidak berdampak besar terhadap periode awal pentadwinan teks al-Qur’an.

Dalam mushaf ini juga terdapat perbedaan dengan mushaf edisi Zaid bin Tsabit (mushaf Utsmani). Seperti dalam mushaf versi Ubay, mushaf Ibn Abbas mempunyai penambahan surat yakni surat al-Khal’ dan al_Hafd. Dengan penambahan surat tersebut, maka mushaf virsi Ibn Abbas mempunyai 116 surat.

Menurut al-Syarastani, susunan surat mushaf Ibn Abbas ini memperlihatkan penyusunan kronologis turunnya al-Qur’an, seperti terlihat, ia mencantumkan surat al-Alaq (Iqra) pada urutan pertama, sedangkan al-Fatihah ia letakan dalam urutan ke 6. Dalam mushaf ini juga terdapat perbedaan grafis atau huruf, seperti dalam kata shirat yang dalam mushaf Ustamani memakai hurut Shad, dalam mushaf Ibn Abbas huruf Sin. Dalam mushaf ini juga terdapat penambahan ayat seperti dalam surat 4: 79 diantara kata nafsika dan wa arsalnaka terdapat sisipan kata wa ana katabtaha ‘alayka, sehingga berbunyi nafsika wa ana katabtaha ‘alayka wa arsalnaka. Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya.

Nama-nama dan mushaf-mushaf yang disebutkan di atas, adalah di antara sahabat-sahabat Nabi yang masyhur dan mempunyai kualitas lebih dibanding dengan Zaid bin Tsabit (pencatat resmu mushaf Utsmani) sendiri khususnya tentang penguasaan al-Qur’an. Meskipun sebanarnya banyak sahabat-sahabat lain yang juga terkenal bahkan mempunyai kodifikasi musfah sebelum munculnya mushaf Utsmani, diantaranya: Salim ibn Ma’qil (juga mendapatkan rekomendasi dari rasul perihal pencatatan wahyu dan pengajaran al-Qur’an kepada kaum muslimin), Abu Musa al-Asy’ari, Ummu Salamah, Ibn Zubayr, Anas ibn Malik, dan sahabt-sahabat lainya.

Kesimpulan

Demikianlah beberapa perbedaan dalam varian mushaf Utsmani yang sampai saat ini keberadaan mushaf tersebut tak diketahui. Akan tetapi, riwayat yang menjelaskan perbedaan tersebut masih tetap terpampang dalam kitab-kitab klasik.

Sebagai kata akhir, bahwa hadirnya mushaf Utsmani yang dikumpulkan oleh tim dibawah komando Zaid bin Tsabit tetaplah memberikan hikmah yang sangat besar bagi umat Islam. Coba kita bayangkan, andaikata mushaf-mushaf tersebut masih ada dan berkembang sampai saat ini, mungkin umat Islam tak akan utuh atau berkembang seperti sekarang, umat Islam akan terpecah menjadi beberapa varian, atau mungkin yang lebih menghawatirkan lagi, umat Islam akan diselimuti api peperangan, karena pasti masing-masing kelompok akan menganggap pihaknya adalah yang peling benar. Terimakasih Zaid bin Tsabit, semoga jasamu akan selalu abadi sepanjang zaman. Wallahu a‘lam bi al-Sawwab.


Tulisan ini pernah di muat di Surat Kabar Lampung Post kolom opini, Jum’at 13 Oktober 2006

Tidak ada komentar: